MAKALAH USHUL FIQH
SYAR'U MAN QOBLANA
Disusun Oleh
Siti Farida : 1441020075
JURUSAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
DAN ILMU KOMUNIKASI
IAIN RADEN
INTAN LAMPUNG
T.A 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Ulama fiqh terdahulu
membingkai sejumlah hukum yang telah dipertimbangkan atas dasar kebiasaan yang
berlaku di tengah-tengah masyarakat pada zamannya. Beberapa dari hukum-hukum
itu diganti oleh ulama fiqh belakangan, ketika mereka menemukan bahwa kebiasaan
yang mereka dasarkan atasnya tidak ada lagi.
Sumber dan dalil hukum Islam dikelompokkan menjadi dua yaitu yang disepakati
dan yang masih dipeselisihkan oleh para ulama yaitu salah satunya adalah Syar’u
man qablana. Nabi Muhammad SAW adalah nabiyullah yang
terjaga dari dosa baik sebelum beliau diutus menjadi rosul ataupun belum. Nabi
Muhammad membawa pesan Allah yang mengenai dua hal, yaitu tentang apa-apa yang
harus diimani (diyakini) dan apa-apa yang harus diamalkan. Beliau juga
terpelihara dari sifat jahiliyah yang menjadi budaya dalam keseharian kaum
arab. Fakta ini menimbulkan berbagai macam pertanyaan yang berkecamuk dalam
diri kaum muslim saat ini. Bila beliau adalah insan yang taat beribadah, hamba Allah
yang mulia maka siapakah yang ia teladani dalam hal ini? Siapakah atau syari’at
apa yang menjadi pedoman dalam keseharian beliau sebelum beliau diutus menjadi
Rasulullah SAW? Lantas apakah syariat-syariat tersebut harus kita jalankan?
Padahal kita umat muslim telah memiliki syariat sendiri yang disebarkan oleh
ajaran Rasulullah SAW yaitu syariat Islam.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa yang di
maksud dengan syar’u man qablana?
2. Apa saja Dasar hukum syar’u man
qablana
3.
Bagaimana Pembagian Syar’u man
qablana?
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan ditulisnya makalah ini antara
lain guna menjawab segala rumusan masalah yang ada. Diharapkan makalah ini
dapat membantu pemahaman pembaca mengenai sumber dan dalil hukum Islam yang
masih diperselisihkan, yaitu Syar’u Man Qablana, mulai dari pengertian,
macam-macam, pendapat para ulama tentangnya hingga pengamalannya bagi umat
Rasulullah SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syar’u Man
Qoblana
Secara etimologis syar’u man qablana adalah hukum-hukum yang disyariatkan
oleh Allah SWT, bagi umat-umat sebelum kita. Secara istilah ialah syari ‘at yang diturunkan Allah
kepada umat sebelum ummat Nabi Muhammad SAW, yaitu ajaran agama sebelum
datangnya ajaran agama Islam melalui perantara nabi Muhammad SAW, seperti
ajaran agama Nabi Musa, Isa, Ibrahim, dan lain-lain.[1]
B. Hukum Syar’u Man Qoblana
Jika Al-qur’an atau sunnah yang sahih mengisahkan suatu hukum yang telah disyariatkan kepada umat yang dahulu melalui para Rosul, kemudian
nash tersebut diwajibkan kepada kita sebagaimana diwajibkan kepada mereka maka
tidak diragukan lagi bahwa syariat tersebut juga ditujukan kepada kita. Dengan kata
lain wajib untuk diikuti, seperti
Firman Allah SWT dalam surat Al-baqoroh ayat 183 berikut[2]
:
ياايها الذين
امنواكتب عليكم الصيام كماكتب على الذين من قبلكم....
“hai
orang-orang yang beriman diwajibkan kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu”(Al-baqarah :183)
Sebaliknya, bila
dikisahkan suatu syari’at yang telah ditetapkan kepada orang-orang terdahulu,
namun hukum tersebut telah dihapus untuk kita, para ulama sepakat bahwa hukum
tersebut tidak disyari’atkan kepada kita, seperti syari’at Nabi Musa a.s bahwa
seseorang yang telah berbuat dosa tidak akan diampuni dosanya, kecuali dengan
membunuh dirinya. Dan jika ada najis yang menempel pada tubuh, tidak akan suci
kecuali dengan memotong anggota badan tersebut, dan lain sebagainya[3].
C. Pendapat Ulama tentang
Syar’u Man Qoblana
Telah jelas
digambarkan diatas bahwa syariat terdahulu yang jelas dalilnya baik berupa
penetapan atau penghapusan telah disepakati para ulama’. Namun yang
diperselisishkan adalah apabila pada syariat terdahulu tidak terdapat dalil
yang menunjukkan bahwa hal itu diwajibkan pada kita sebagaimana diwajibkan
kepada mereka seperti firman Allah[4] :
من اجل ذلك
كتبنا على بنى اسراّئيل انه من قتل نفسا بغير نفس اوفساد فىالارض فكأنماقتل الناس
جميعا
“Oleh karena
itu kami tetapkan suatu hukum bagi bani isroil bahwa barang siapa yang membunuh
seorang manusia bukan karena orang itu membnuh orang lain atau karena berbuat
kerusakan dimuka bumi maka seakan-aka ia telah membunuh manusia seluruhnya.” (Al-maidah
ayat : 32)
Jumhur ulama’ Hanafiah, sebagian ulama’ Maikiyah dan syafi’iyah berpendapat
bahwa hukum tersebut juga disyariatkan juga pada kita dan kita berkewajiban
mengikuti dan menerapkannya selama hukum tersebut telah diceritakan kepada kita
serta tidak terdapat hukum yang menasakhnya. Alasannya mereka menganggap bahwa hal
itu termasuk daripada hukum-hukum Tuhan yang
telah disyariatkan melalui para rosulnya dan diceritakan kepada kita. Maka orang-orang mukallaf wajib mengikutinya. Lebih jauh ulama’ hanafiah
mengambil dalil bahwa yang dinamakan pembunuhan itu adalah umum dan tidak
memandang apakah yang dibunuh itu muslim atau kafir dzimmi, laki-laki atau
perempuan berdasarkan kemutlakan firman Allah SWT[5] :
النفس بالنفس (Jiwa dibalas
dengan jiwa)
Sebagian ulama mengatakan
bahwa syari’at kita itu menasakh atau menghapus syari’at terdahulu,
kecuali apabila dalam syari’at terdapat sesuatu yang menetapkannya. Namun,
pendapat yang benar adalah pendapat pertama karena syari’at kita hanya menasakh
syari’at terdahulu yang bertentangan dengan syari’at kita saja[6].
Imam
Syaukani mengatakan bahwa yang lebih mendekati kebenaran adalah yang mengatakan
bahwa Nabi SAW megikuti syariat Nabi Ibrahim AS. Ada juga yang mengatakan bahwa
sebelum terutus beliau tidak mengikuti syariat siapapun, ini menurut sebagian
kalangan Hanafiyah, Hanabbilah, Ibnu Hajib dan Al-Baidhowi. Dan ada sebagian
lain yang tidak mau komentar, seperti al-Amudi, Qadi abdul Jabbar dan
al-Ghazali, mereka berpandangan bahwa beliau memang bersyariat, namun mungkin
tanpa mengikuti syariat Nabi sebelumnya. Al-Qodhy mengatakan bahwa
ulamaMutakallimin telah sampai pada sebuah kesimpulan bahwa Nabi Muhammad SAW
sebelum terutus tidak mengikuti syariat siapapun. Golongan Mu’tazilah juga
mengatakan bahwa secara akal dapat tergambar dibenak kita bahwa Nabi mengikuti
syariat nabi-nabi sebelumnya namun mustahil secara kenyataan. Akhirnya Allah
mengutus beliau tahun 611 M dengan membekalinya al-Qur’an, sebagai kitab
panduan bersyariat bagi beliau dan umatnya (Umat Islam). Allah juga menjadikan
setiap perkataan, pekerjaan dan ketetepan beliau sebagai dasar dalam bersyariat
dengan melegalkan semuanya sebagai Wahyu, yang kita kenal dengan al-Sunnah[7].
D. Macam-macam Syar’u Man
Qoblana
Syar’u Man
Qablana dibagi menjadi dua bagian. Pertama, setiap hukum syariat dari umat
terdahulu namun tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan sunnah. Ulama’ sepakat bahwa macam pertama ini jelas tidak
termasuk syariat kita. Kedua, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun
disebutkan dalam al-Qur’an dan sunnah.
Berikut adalah gambaran Syar’u Man Qoblana[8]
:
1.
Ada yang telah dihapuskan oleh syariat Islam
2.
Ada yang tidak dihapus oleh syariat Islam :
a.
Yang ditetapkan oleh syariat Islam dengan tegas
b.
Yang tidak ditetapkan syariat Islam dengan tegas :
Ø Yang diceritakan kepada
kita baik melalui Alqur’an atau Hadis.
Ø Yang tidak disebut-sebut
sama sekali di dalam Alqur’an atau Hadis.
Ada beberapa dalil yang dibuat tendensi mereka, para ulama’ yang menganggap
bahwa syariat umat sebelum kita adalah syariat kita[9]
:
1.
Syariat umat sebelum kita adalah syariat Allah yang tidak ditegaskan kalau
saja telah dinasakh, karena itu kita dituntut mengikutinya serta mengamalkan
berdasarkan firman Allah dalam suratal-An’am ayat 90, al-Nahl ayat 123, dan
surat al-Syura ayat, 13. Disebutkan juga bahwa Ibnu Abbas pernah melakukan
Sujud Tilawah ketika membaca salah satu ayat al-Quran dalam surat shod (ص) ayat 24.
2.
Kewajiban menqadho’i shalat Fardhu
berdasarkan hadis nabi ”Barangsiapa yang tertidur
atau lupa melakukan shalat maka Qadho’ilah kalau nanti sudah ingat” dan ayat
”Kerjakanlah shalat untuk mengingatku” yang disebutkan oleh Nabi secara
berurutan dengan hadis di atas. Ayat ini ditujukan pada
Nabi Musa AS, karena itu seandainya Nabi tidak dituntut untuk mengikuti syariat
Nabi sebelumnya niscaya penyebutan ayat di atas tidak dapat memberikan faidah.
3.
Para ulama berbeda pendapat tentang
hukum-hukum syariat nabi terdahulu yang tercantum dalam al-Quran, tetapi tidak
ada ketegasan bahwa hukum-hukum itu masih berlaku bagi umat Islam dan tidak ada
pula penjelasan yang membatalkannya. Misal: hukuman qishahs dalam syariat Nabi
Musa dalam QS. Al-Maidah: 45
Dari sekian banyak bentuk qishash dalam ayat tsb, yang ada ketegasan berlakunya bagi umat Islam hanyalah qishash karena pembunuhan. QS. Al-Baqarah: 178
Dari sekian banyak bentuk qishash dalam ayat tsb, yang ada ketegasan berlakunya bagi umat Islam hanyalah qishash karena pembunuhan. QS. Al-Baqarah: 178
Ada empat dalil yang juga dipakai oleh mereka yang mengingkari syariat umat
sebelum kita sebagai syariat kita, yaitu[10]
:
1.
Ketika Nabi mengutus Muadz Bin Jabal ke Yaman beliau menanyainya tentang
apa yang akan Muadz jadikan dalil ketika mau menghukumi suatu masalah. Sahabat
Muadz menjawab “aku akan memakai al-Quran dan hadis dan bila
aku dalam keduanya tidak mendapatkan jawaban permasalahan tersebut maka aku
akan berijtihad.
2.
Firman Allah yang menunjukkan bahwa
Allah telah menciptakan syariat dalam masing-masing umat, baik umat Nabi
Muhammad atau umat Nabi terdahulu.
3.
Seandainya Nabi, umatnya wajib mengikuti
syariat umat terdahulu, niscaya beliau wajib mempelajari syariat tersebut.
4.
Syariat terdahulu adalah khusus bagi umat
tertentu, sementara syariat islam adalah syariat umum yang menasakh
syariat-syaiat terdahulu.
Syar’u man qoblana berlaku bagi kita, dengan syarat syariat tersebut
terdapat dalam Alqur’an dan hadis-hadis yang sahih. Alasannya sebagai berikut[11]
:
a.
Dengan tercantumnya syar’u man qoblana dalam Alqur’an dan hadis yang sahih,
maka ia termasuk dalam syariat samawi.
b.
Keberadaannya dalam Alqur’an dan sunnah tanpa diiringi dengan penolakan dan
naskh menunjukkan bahwa ia juga berlaku sebagai syariat Nabi Muhammad.
c.
Sebagai implementasi dari pernyataan bahwa Alqur’an membenarkan kitab-kitab
Taurat dan Injil.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa syar’u man qoblana tidak
berdiri sendiri, melainkan baru dapat berlaku jika dikukuhkan dengan
dalil-dalil Alqur’an dan hadis yang sahih, sekaligus tidak terdapat dalil yang
menunjukkan bahwa ia telah mansukh.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Syar’u man qoblana adalah syari ‘at yang diturunkan Allah kepada umat sebelum ummat Nabi Muhammad
SAW, yaitu ajaran agama sebelum datangnya ajaran agama Islam melalui perantara
nabi Muhammad SAW, seperti ajaran agama Nabi Musa, Isa, Ibrahim, dan
lain-lain.
Berikut adalah gambaran Syar’u Man Qoblana:
1.
Ada yang telah dihapuskan oleh syariat Islam
2.
Ada yang tidak dihapus oleh syariat Islam :
a.
Yang ditetapkan oleh syariat Islam dengan tegas
b.
Yang tidak ditetapkan syariat Islam dengan tegas :
Ø Yang diceritakan kepada
kita baik melalui Alqur’an atau Hadis.
Ø Yang tidak disebut-sebut
sama sekali di dalam Alqur’an atau Hadis.
Syar’u man qoblana tidak berdiri sendiri, melainkan baru dapat berlaku jika
dikukuhkan dengan dalil-dalil Alqur’an dan hadis yang sahih, sekaligus tidak
terdapat dalil yang menunjukkan bahwa ia telah mansukh.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, A. Rahman,Ushul Fiqh,Jakarta:AMZAH,2014.
A.Djazuli,Ushul Fiqh,Jakarta:Kencana,2012.
Syafe’i,Rachmat,Ilmu Ushul Fiqih,Bandung:Pustaka
Setia,2010.
Effendi,Satria,Ushul Fiqh,Jakarta:KENCANA,2012.
[1] Satria Effendi,Ushul Fiqh[Jakarta:KENCANA:2012]Hal.162
[2] http://www.zulfanafdhilla.com/2013/01/makalah-asy-syaru-man-qablana-ilmu.html diakses pada hari jum’at tanggal 14
November 2014 jam 14.00
[3] Rachmat Syafe’i,Ilmu Ushul Fiqih[Bandung:Pustaka
Setia,2010] Hal.144
[4] http://www.zulfanafdhilla.com/2013/01/makalah-asy-syaru-man-qablana-ilmu.html diakses pada hari jum’at
tanggal 14 November 2014 jam 14.00
[5] Rachmat Syafe’i,Op Cit,Hal.145
[6] I b i d
[7] http://www.zulfanafdhilla.com/2013/01/makalah-asy-syaru-man-qablana-ilmu.html diakses pada hari jum’at
tanggal 14 November 2014 jam 14.00
[8] A. Djazuli,Ushul Fiqh[Jakarta:Kencana,2012]hal.96
[9] http://www.zulfanafdhilla.com/2013/01/makalah-asy-syaru-man-qablana-ilmu.html diakses pada hari jum’at
tanggal 14 November 2014 jam 14.00
[10] i b i d
[11] A. Rahman Dahlan,Ushul Fiqh[Jakarta:AMZAH,2014]Hal.234-235
Casinos near Casinos Near Casinos - Mapyro
BalasHapusMapYRO is the 청주 출장샵 fastest growing destination for accurate and unbiased 의정부 출장마사지 hotel reviews, hotel reviews, traveler reviews and more. 수원 출장샵 Use the map 충청북도 출장샵 to 화성 출장샵 find